Menolak Diam: Perlawanan Praktik Korupsi Di Lingkungan Sekolah
Alif, Nisa, Dito, Satrio, dan Bondan merupakan siswa dan siswi di salah satu sekolah unggulan di Jogjakarta. Berawal dari keresahan Alif pada salah satu pengumuman di majalah dinding sekolah tentang ditiadakan wisuda kelulusan kelas III, Alif mengajak Satrio dan Bondan untuk mendapatkan jawaban dari kepala sekolah.
Dalam perjalanan, mereka bertemu Nisa yang sedang protes kepada Pak Ridwan guru BP. Nisa protes terkait dicoretnya dana mengikuti perlombaan robotik tingkat nasional yang sebelumnya sudah dijanjikan oleh wakil kepala sekolah. Alih-alih mendapat jawaban dari kepala sekolah, Pak Ridwan malah menyuruh mereka untuk kembali ke ruang belajar. Dari situ, muncul pertanyaan besar kemana dana-dana tersebut disalurkan, padahal sudah dianggarkan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS) dan dibagikan laporannya tiap tahun kepada orang tua murid.
Semua tindakan Alif, dkk. dalam film ini terasa khayali, atau sangat jarang ditemukan dalam masyarakat luas. Tapi, menurut informasi, film ini berdasarkan kisah nyata di suatu sekolah di Solo. Secara narasi film ini mirip plot film detektif, tetapi nuansa lokal masih ditampilkan. Akting para pemainnya lumayan bagus. Apalagi akting Kepala Sekolah, tenang tetapi mematikan. Ada beberapa hal patut direnungkan setelah menonton film ini. Sikap berani dan peduli. alif digambarkan orang yang berani dan peduli. Ia berani menentang guru karena ia peduli nasib murid-murid lainnya. Dalam film, banyak digambarkan bagaimana apatis dan tidak mau pedulinya murid-murid sampai para orang tua. Mereka memikirkan posisi amannya. Yang terpenting bagi para murid adalah dapat ujian dan mendapat nilai memuaskan. Yang terpenting bagi para orang tua pun demikian. Sikap kritis dari sosok alif ini patut ditiru. Bahkan, setelah menonton film ini, para penonton akan introspeksi diri, barangkali di sekolah terdapat hal-hal yang patut dicurigai sebagai kemungkinan adanya praktik korupsi.
Film ini menunjukkan betapa banyaknya orang-orang "pengecut" yang melihat kesalahan tepat didepan bola matanya namun masih berakting seolah semuanya normal dan umum. sebenernya bukan pengecut, diantara dari mereka mungkin seorang pemberani, tapi tidak ingin mencari masalah fatal karena dalam menghandle kasus seperti ini, tidak mustahil kalau sewaktu-waktu taruhannya adalah nyawa, atau mungkin cacat.
Film ini mengajarkan kepada para penontonnya untuk bersikap kritis dan tidak diam saja ketika mencium ada yang tidak beres di sekitarnya. Film ini juga mengajak para penonton untuk speak up. Film yang patut diputar secara massal di sekolahan.
Komentar
Posting Komentar